BOGOR - Saat menggelar kegiatan Diskusi Bedah Buku Pendar-Pendar Filantropi, sejumlah narasumber relawan ungkap masih banyak masyarakat untuk membedakan aman atau tidaknya dilokasi bencana alam.
Hal itu disampaikan Ketua Squad Penanggulangan Bencana Indonesia (PBI), Subur Rojinawi bahwa masih ada kebiasaan masyarakat yang sering kali menjadikan kawasan bencana sebagai tempat bermain atau tempat mengambil spot foto.
"Ada 5 prinsip kerja relawan yaitu harus mandiri, profesional, sinergi, kolaborasi, dan akuntabel. Karena ada relawan yang biasanya masih mengganggu kegiatan evakuasi dan penyelamatan," katanya.
Internasional Trainner Voulenter Disaster, Ujang Lasmana berharap agar relawan bisa lebih profesional dan mengasah skillnya agar tidak merepotkan dilapangan.
"Seringkali kita jumpai di lokasi bencana, jumlah relawan lebih banyak dari jumlah korbannya. Ini akhirnya yang bikin repot siapa? Ya relawan itu sendiri," ujar relawan Palang Merah Indonesia tersebut.
Selain itu, relawan juga kerap menggunakan anggaran di lapangan kesulitan membuat laporan.
"Belum tentu niatnya menggelapkan, tapi kesibukan membantu sehingga abai membuat laporan. Karenanya relawan bila ke lapangan harus didampingi orang administrasi yang bertugas mengumpulkan dokumentasi dan kwitansi pembelanjaan guna pelaporan nanti," tegasnya.
Sementara itu Relawan senior Indonesia Care, Anca Rahadiansyah dalam kesempatan tersebut juga menceritakan betapa kehadiran relawan disetiap bencana tetap dibutuhkan.
"Namun jangan sampai relawan justru berbuat yang tidak terpuji. Pengalaman dilapangan ada beberapa oknum yang menimbulkan masalah. Seperti melakukan pelecehan atau berpacaran dengan penyintas. Ini tidak etis. Kembalikan kepada niat awal datang untuk membantu. Untuk ini kadang saya ngga ada toleransi. Lebih baik saya pulangkan," imbuhnya.
Ditempat yang sama Guru Besar Psikologi UIN Syarif Hidayatullah yang juga Wakil Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana (LPB) MUI, Prof Achmad Syahid lebih menyoroti regulasi terkait lembaga filantropi yang keberadaannya kini tengah berkembang pesat di Indonesia.
"Kebijakannya harus diatur baik, aturan main maupun persentase yang berhak di ambil oleh penyelenggara lembaga kemanusiaan guna pembiayaan operasionalnya juga perlu dibuatkan regulasinya. Agar kejadian serupa terhadap ACT tak terulang kembali," ujar presidium Forum Pengurangan Resiko Bencana (FPRB) DKI tersebut.
Senada dikatakan Direktur Eksekutif Indonesia Care, Lukman Azis menyoroti transparansi lembaga-lembaga filantropi yang belum maksimal.
"Coba donasi yang masuk bisa terpantau secara digital dalam aplikasi seperti pada aplikasi e-commerce. Bisa di trace perjalanan donasi mulai dari donatur melakukan transfer hingga sampai ke tangan penerima manfaat. Setiap saat donatur bisa melihat dana yang disetorkan sudah sampai mana dan berapa lama estimasi tiba ditangan penerima manfaat," tandasnya. AGE
No comments:
Post a Comment