Belantara Foundation bekerja sama dengan Prodi Manajemen Lingkungan Sekolah Pascasarjana, Prodi Biologi Fakultas MIPA, dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Pakuan menyelenggarakan seminar dan pelatihan dengan tema "Peran Multipihak dalam Pelestarian Biodiversitas Indonesia" pada Selasa, 14 Mei 2024. Lebih dari 1.220 peserta berpartisipasi aktif dalam kegiatan yang digelar secara hybrid tersebut.
Seminar nasional secara luring diadakan di Auditorium Lantai 3 Gedung Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan di Bogor, sedangkan daring melalui aplikasi Zoom dan live streaming YouTube Belantara Foundation. Acara ini dikemas melalui kegiatan Belantara Learning Series Eps.10 (BLS Eps.10).
Kegiatan yang didukung oleh PT. Sharp Electronics Indonesia dan Taman Impian Jaya Ancol ini, juga berkolaborasi dengan IUCN Indonesia Species Specialist Group (IdSSG) dan KupuKita serta menggandeng enam universitas sebagai kolaborator yang mengadakan acara "nonton dan diskusi bareng" BLS Eps.10 bagi mahasiswa dan dosen di masing-masing universitas. Enam universitas tersebut yaitu Universitas Pakuan, Universitas Riau, Universitas Andalas, Universitas Syiah Kuala, Universitas Tanjungpura dan Universitas Nusa Bangsa.
BLS Eps.10 diselenggarakan secara khusus dalam rangka mendukung pemerintah dalam menyemarakkan World Species Congress yang diselenggarakan oleh IUCN program Reverse The Red pada 15 Mei 2024 secara virtual dan Hari Keanekaragaman Hayati Internasional 2024 yang diperingati setiap 22 Mei.
Menurut artikel yang ditulis oleh ilmuwan yang diterbitkan di jurnal Biological Review awal 2022 lalu, menjelaskan bahwa saat ini telah berlangsung kepunahan massal keenam yang disebabkan oleh antropogenik. Ancaman kepunahan massal kali ini berbeda, karena intervensi manusia terhadap alam dan biodiversitas telah menyumbang dan mempercepat kepunahan tersebut terjadi.
Ancaman tersebut semakin terlihat dengan tingkat kepunahan spesies yang meningkat secara drastis. Para peneliti sebagian besar menggunakan data spesies yang terdaftar sebagai spesies punah oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN). Para peneliti berfokus pada spesies vertebrata (tidak termasuk ikan) karena datanya tersedia lebih banyak.
Dari setidaknya 5.400 genera (bentuk jamak dari genus) yang terdiri dari 34.600 spesies, para peneliti menyimpulkan bahwa dalam 500 tahun terakhir sejumlah 73 genera telah mengalami kepunahan, sebagian besar terjadi dalam dua abad terakhir.
Penelitian tersebut memperkirakan bahwa kepunahan tersebut seharusnya membutuhkan waktu kurang lebih 18.000 tahun, bukan 500 tahun, meskipun perkiraan tersebut masih belum pasti, karena tidak seluruh spesies diketahui dan catatan fosil masih belum lengkap.
Para ilmuwan mengatakan kepunahan massal buatan manusia tersebut disebabkan oleh perusakan habitat, perubahan iklim global, eksploitasi berlebihan, polusi, dan spesies invasif. Menurut IUCN, sampai saat ini terdapat lebih dari 44.000 spesies terancam punah di bumi. Jumlah ini merupakan 28 persen dari total 157.100 spesies yang masuk daftar merah milik lembaga konservasi global tersebut. Padahal, jumlah spesies yang ada di bumi jauh lebih banyak dari angka tersebut.
Pada Desember 2023 lalu, IUCN memperbarui daftar spesies yang berstatus punah/Extinct (EX). Berdasarkan data yang dipublikasikan sejak 1996 hingga kini, terdapat lebih dari 900 spesies yang punah. Sebanyak 74 spesies di antaranya dinyatakan punah pada 2023.
Sejak Tahun 2023 hingga saat ini, Pemerintah Indonesia dikoordinasikan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Bappenas, tengah menyusun dokumen Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati Indonesia atau Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP) pasca COP15 CBD. Proses penyusunan dokumen ini merupakan upaya untuk menyelaraskan target pengelolaan keanekaragaman hayati nasional dengan target global.
Dokumen IBSAP ini disusun selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 dan Rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 serta kedepan diharapkan memiliki dasar payung hukum untuk akselerasi implementasi. Dokumen ini diharapkan menjadi acuan pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya dalam mengelola keanekaragaman hayati secara berkelanjutan menuju Indonesia Emas 2045.
Direktur Eksekutif Belantara Foundation, Dr. Dolly Priatna saat opening speech mengatakan bahwa tujuan utama seminar nasional ini untuk meningkatkan pemahaman stakeholders mengenai strategi dan rencana aksi serta peran penting sektor akademisi, industri dan masyarakat dalam pengelolaan biodiversitas Indonesia. Tujuan lain yaitu untuk meningkatkan kepedulian semua pihak, agar dapat ikut mengambil peran masing-masing dalam upaya pelestarian khususnya jenis-jenis yang terancam kepunahan.
Dolly yang juga pengajar di Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan menyebutkan telah dikeluarkan Instruksi Presiden No.1 tahun 2023 tentang Pengarusutamaan Pelestarian Keanekaragaman Hayati dalam Pembangunan Berkelanjutan. Inpres ini diterbitkan untuk memastikan adanya keseimbangan pemanfaatan ruang untuk kepentingan ekonomi dan konservasi keanekaragaman hayati dalam kebijakan setiap sektor. Pelaksanaan kebijakan ini diarahkan melalui pengambilan langkah-langkah kebijakan sesuai tugas, fungsi dan kewenangan setiap lembaga yang disasar dalam kebijakan ini.
Isi inpres ini menyasar ke 19 kementerian dan lembaga pemerintahan dengan tujuan untuk mengarusutamakan keanekaragaman hayati dalam kebijakan pembangunan.
"Tidak hanya tugas pemerintah, pelestarian keanekaragaman hayati merupakan tanggung jawab bersama. Kolaborasi multipihak mulai dari pemerintah, akademisi, praktisi, industri, media bahkan masyarakat merupakan kunci keberhasilan pelestarian biodiversitas Indonesia untuk generasi kini dan yang akan datang," tegas Dolly yang juga anggota Commission on Ecosystem Management IUCN.
Dalam sambutannya, Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan, Prof. Dr. Anna Permanasari, M.Si., mengemukakan bahwa kegiatan seminar dan pelatihan inspiratif seperti ini perlu dilakukan secara berkelanjutan untuk mengarusutamakan isu-isu tentang keanekaragaman hayati dan lingkungan hidup di Indonesia, ujar Anna.
"Kami berterima kasih kepada Belantara Foundation, IUCN IdSSG, PT. Sharp Electronics Indonesia dan Taman Impian Jaya Ancol serta mitra lainnya yang telah mendukung penuh acara ini sehingga berjalan dengan baik dan sukses," pungkasnya.
Sementara itu, Ketua I-SER (Institute of Sustainable Earth and Resources) FMIPA Universitas Indonesia, Prof. Jatna Supriatna, Ph.D sebagai salah satu pembicara kunci mengatakan bahwa Indonesia adalah negara yang sangat besar dan memiliki perputaran energi yang tidak terputus sejak ratusan juta tahun, sehingga melewati fenomena-fenomena geologi yang sangat berhubungan dengan keanekaragaman hayati.
Indonesia memiliki banyak akademisi di kampus-kampus dan pusat penelitian. "Penelitian biodiversitas perlu lebih menekankan pada tahap pemanfaatan. Misalnya, tentang pemanfaatan biodiversitas untuk pangan yang seharusnya berasal dari biodiversitas Indonesia. Kita bisa memperbanyak riset yang lebih mendalam tentang pemanfaatan hayati karena kita punya lebih dari 30,000 spesies", ujar Jatna.
Jatna juga menambahkan upaya-upaya dari akademisi yang bisa dilakukan adalah terkait valuasi biodiversitas dan ekosistem, degradasi lahan yang menyebabkan defaunasi, serta dampak perubahan iklim pada biodiversitas. Pelestarian biodiversitas perlu menekankan kolaborasi tri-sektor dari akademisi, pemerintah, dan sektor privat. Salah satunya bisa melalui pengembangan ekowisata, seperti pengamatan burung atau wisata-wisata yang terkait spesies kharismatik.
Pada kesempatan yang sama, Dosen Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University dan Co-Chair IUCN IdSSG, Prof. Dr. Mirza D. Kusrini menjelaskan IdSSG adalah kelompok ahli dan praktisi hidupan liar yang bergabung di bawah naungan Species Survival Commission IUCN. Berdiri sejak awal tahun 2023, IdSSG memiliki visi untuk mengkoordinasi para ahli di seluruh Indonesia dari berbagai kelompok taksonomi dan keilmuan terkait untuk mendukung pemerintah serta para pihak dalam usaha bersama mengubah penurunan keanekaragaman jenis melalui pengembangan pengambilan keputusan dan kebijakan berbasiskan bukti ilmiah.
Turut hadir pembicara kunci dan narasumber yang memiliki keahlian dan segudang pengalaman di bidang keanekaragaman hayati secara berurutan yaitu Anggi Pertiwi Putri, S.T. MEnv., Perencana Muda Direktorat Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas; Dita Galina, Manager Sustainability Musim Mas; I Putu Artana dan Mohamad Ikrom, Kelompok Masyarakat Penangkar Burung Jalak Bali Binaan Taman Nasional Bali Barat. Seminar nasional ini dimoderatori oleh Suer Suryadi, Direktur Conservation and Legal Assistant Network.
No comments:
Post a Comment